Tamak dalam Menuntut Ilmu
Komponen ketiga untuk
meraih sukses menurut Imam Syafi’i adalah tamak dalam menuntut ilmu. Sifat tamak
adalah sifat yang buruk, kecuali dalam menuntut ilmu. Tanpa ketamakan dalam
menuntut ilmu, gairah kita dalam belajar akan sangat lemah.
Tamak dalam menuntu ilmu |
Dalil tentang Tamak
Karena itulah Rasulullah
saw memuji abu Hurairah yang tamak dalam mengumpulan hadits. Abu Hurairah
pernah bertanya kepada Rasulullah saw, “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang
paling bahagia dengan syafaat engkau pada hari kiamat?”
Rasulullah bersabda, “Sungguh
aku telah menyangka, wahai Abu Hurairah agar tidak seorangpun mendahuluimu
bertanya kepadaku tentang hal-hal ini karena aku mengetahui ketamakanmu
terhadap hadits. Orang yang paling bahagia dengan syafaatku pada hari kiamat
adalah orang yang mengucapkan La Ilaha Illalah dengan tulus dari hatinya atau
jiwanya”. ( Hadits tamak dalam menunut ilmu )
Sebagaimana orang orang
tamak pada harta dunia dikelilingi oleh bermacam benda, emas, dan permata,
orang yang tamak ilmu memenuhi dirinya dengan pengetahuan yang berharga.
Jika perhatian utama
orang yang tamak adalah pada harta benda dan tidak mau menyia-nyiakan
sedetikpun dari waktunya bila tak menghasilkan sejumlah uang. Maka seorang yang
tamak ilmu tak sudi meluangkan waktu barang sedetikpun kecuali untuk menuntut
ilmu.
Tamak yang diperbolehkan dalam Islam
Apakah tamak dalam menuntut ilmu diperbolehkan ?
Syuja’ bin Makhlad menuturkan
bahwa ia pernah mendengar Abu Yusuf bercerita, “Ketika anakku meninggal, aku
tak sempat melihat jenazahnya dan tidak pula ikut menguburnya. Kuserahkan semua
itu kepada tetangga dan kerabat dekat, karena aku tak ingin mengalami
penyesalan selama-lamanya karena meninggalkan pelajaran Abu Hanifah meskipun
sekali”.
Orang yang gila harta tak
akan menyia-nyiakan kesempatan untuk mendapatkan uang satu rupiah, walaupun
harus dengan mengorbankan nyawa. Begitu pula keadaannya bila seseorang sudah
gila ilmu, ia tak mau menyia-nyiakan sedetikpun waktu yang dimilikinya untuk
melakukan suatu aktivitas yang tidak menghasilkan ilmu.
Ubaid bin Ya’isi, guru
Imam Bukhrai dan Imam Muslim berkata, “Sekitar 30 tahun saya tidak pernah makan
malam dengan tangan saya sendiri, melainkan saudara perempuan saya selalu
menyuapi sementara saya menulis hadits”.
Al Jahid Amr bin bahr,
imam para sastrawan, apabila mendapatkan sebuah buku, beliau langsung membaca
dan menamatkannya. Bahkan beliau menyewa beberapa toko buku yang ada di pinggir
jalan dan bermalam di sana untuk membaca buku-buku yang ada di sana.
Jadi, tamak dalam menuntut ilmu itu diperbolehkan dalam Islam.
Kisah para Ulama yang Tamak dalam Menuntut Ilmu
lalu, apakah hasil yang mereka
peroleh sebagai imbalan dari ketamakan mereka terhadap ilmu? Mari kita simak dan
ikuti beberapa kisah dan pernyataan berikut ini.
Diriwayatkan bahwa Ath Thabari
pernah bertanya kepada sahabat-sahabatnya, “Apakah Anda mampu menafsirkan al
Qur’an?”
“Berapa halaman?”
“Tiga puluh ribu halaman!”
“Kalau begitu, sampai engkau
matipun pekerjaan itu tak akan terselesaikan!”
Akhirnya Ibnu Jarir
mengurungkan niatnya dan meringkas menjadi 3.000 halaman, lalu beliau
mengajarkannya selama 7 tahun.
“Hamba Allah selalu mengatakan, ‘Hartaku, hartaku’, padahal hanya dalam tiga soal saja yang menjadi miliknya yaitu apa yang dimakan sampai habis, apa yang dipakai hingga rusak, dan apa yang diberikan kepada orang sebagai kebajikan. Selain itu harus dianggap kekayaan hilang yang ditinggalkan untuk kepentingan orang lain,” (HR Muslim)
Ath Thabari telah menulis
sebanyak 358 ribu halaman. Buku sejarahnya mencapai 3.000 halaman, begitu pula
buku tafsirnya. Setelah dicetak, buku sejarahnya mencapai 11 jilid tebal,
sedangkan tafsirnya mencapai 30 jilid tebal.
Dikatakan bahwa Ibnu
Uqail mengarang sebuah buku berjudul Al Funun yang membahas berbagai masalah
dan tebalnya mencapai 800 jilid.
Imam Ahmad bin Hambal
telah menghafal 1.000.000 hadits. Ishaq bin Rahawaih mengumpulkan 100.000
hadits dan menghafal 30.000 hadits. Sementara itu, Imam Bukhari berkata, “Aku
susun kitab al Jami’ ini yang dipilih dari 600.000 hadits selama 16 tahun”.
Adapun imam Muslim
berkata, “Aku saring kitab shahih ini yang disaring dari 300.000 hadits”.
Sedangkan imam Abu Daud
mengatakan, “Aku mendengar dan menulis hadits Rasulullah saw sebanyak 500.000
hadits”.
Itulah hasil yang telah
diperoleh para pendahulu kita karena tamak dalam menuntut ilmu. Dan sebagaimana
kita lihat, prestasi itu hanya dalam beberapa bidang ilmu saja. Banyak para
pendahulu kita yang mencapai sukses di bidang yang lain. Namun demi menjaga
ketebalan buku ini, terpaksa tidak bisa saya sebutkan kisah-kisah mereka
walaupun hanya sebagian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar