Rabu, 16 Desember 2020

Tamak dalam Menuntut Ilmu - Tamak yang diperbolehkan dalam Islam

 

Tamak dalam Menuntut Ilmu

Komponen ketiga untuk meraih sukses menurut Imam Syafi’i adalah tamak dalam menuntut ilmu. Sifat tamak adalah sifat yang buruk, kecuali dalam menuntut ilmu. Tanpa ketamakan dalam menuntut ilmu, gairah kita dalam belajar akan sangat lemah.


tamak dalam menuntut ilmu
Tamak dalam menuntu ilmu


Dalil tentang Tamak

Karena itulah Rasulullah saw memuji abu Hurairah yang tamak dalam mengumpulan hadits. Abu Hurairah pernah bertanya kepada Rasulullah saw, “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling bahagia dengan syafaat engkau pada hari kiamat?”

Rasulullah bersabda, “Sungguh aku telah menyangka, wahai Abu Hurairah agar tidak seorangpun mendahuluimu bertanya kepadaku tentang hal-hal ini karena aku mengetahui ketamakanmu terhadap hadits. Orang yang paling bahagia dengan syafaatku pada hari kiamat adalah orang yang mengucapkan La Ilaha Illalah dengan tulus dari hatinya atau jiwanya”. ( Hadits tamak dalam menunut ilmu )

Sebagaimana orang orang tamak pada harta dunia dikelilingi oleh bermacam benda, emas, dan permata, orang yang tamak ilmu memenuhi dirinya dengan pengetahuan yang berharga.

Jika perhatian utama orang yang tamak adalah pada harta benda dan tidak mau menyia-nyiakan sedetikpun dari waktunya bila tak menghasilkan sejumlah uang. Maka seorang yang tamak ilmu tak sudi meluangkan waktu barang sedetikpun kecuali untuk menuntut ilmu.

Tamak yang diperbolehkan dalam Islam

Apakah tamak dalam menuntut ilmu diperbolehkan ?

Syuja’ bin Makhlad menuturkan bahwa ia pernah mendengar Abu Yusuf bercerita, “Ketika anakku meninggal, aku tak sempat melihat jenazahnya dan tidak pula ikut menguburnya. Kuserahkan semua itu kepada tetangga dan kerabat dekat, karena aku tak ingin mengalami penyesalan selama-lamanya karena meninggalkan pelajaran Abu Hanifah meskipun sekali”.

Orang yang gila harta tak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk mendapatkan uang satu rupiah, walaupun harus dengan mengorbankan nyawa. Begitu pula keadaannya bila seseorang sudah gila ilmu, ia tak mau menyia-nyiakan sedetikpun waktu yang dimilikinya untuk melakukan suatu aktivitas yang tidak menghasilkan ilmu.

Ubaid bin Ya’isi, guru Imam Bukhrai dan Imam Muslim berkata, “Sekitar 30 tahun saya tidak pernah makan malam dengan tangan saya sendiri, melainkan saudara perempuan saya selalu menyuapi sementara saya menulis hadits”.

Al Jahid Amr bin bahr, imam para sastrawan, apabila mendapatkan sebuah buku, beliau langsung membaca dan menamatkannya. Bahkan beliau menyewa beberapa toko buku yang ada di pinggir jalan dan bermalam di sana untuk membaca buku-buku yang ada di sana.

Jadi, tamak dalam menuntut ilmu itu diperbolehkan dalam Islam.

Kisah para Ulama yang Tamak dalam Menuntut Ilmu

lalu, apakah hasil yang mereka peroleh sebagai imbalan dari ketamakan mereka terhadap ilmu? Mari kita simak dan ikuti beberapa kisah dan pernyataan berikut ini.

Diriwayatkan bahwa Ath Thabari pernah bertanya kepada sahabat-sahabatnya, “Apakah Anda mampu menafsirkan al Qur’an?”

“Berapa halaman?”

“Tiga puluh ribu halaman!”

“Kalau begitu, sampai engkau matipun pekerjaan itu tak akan terselesaikan!”

Akhirnya Ibnu Jarir mengurungkan niatnya dan meringkas menjadi 3.000 halaman, lalu beliau mengajarkannya selama 7 tahun.

“Hamba Allah selalu mengatakan, ‘Hartaku, hartaku’, padahal hanya dalam tiga soal saja yang menjadi miliknya yaitu apa yang dimakan sampai habis, apa yang dipakai hingga rusak, dan apa yang diberikan kepada orang sebagai kebajikan. Selain itu harus dianggap kekayaan hilang yang ditinggalkan untuk kepentingan orang lain,” (HR Muslim)

Ath Thabari telah menulis sebanyak 358 ribu halaman. Buku sejarahnya mencapai 3.000 halaman, begitu pula buku tafsirnya. Setelah dicetak, buku sejarahnya mencapai 11 jilid tebal, sedangkan tafsirnya mencapai 30 jilid tebal.

Dikatakan bahwa Ibnu Uqail mengarang sebuah buku berjudul Al Funun yang membahas berbagai masalah dan tebalnya mencapai 800 jilid.

Imam Ahmad bin Hambal telah menghafal 1.000.000 hadits. Ishaq bin Rahawaih mengumpulkan 100.000 hadits dan menghafal 30.000 hadits. Sementara itu, Imam Bukhari berkata, “Aku susun kitab al Jami’ ini yang dipilih dari 600.000 hadits selama 16 tahun”.

Adapun imam Muslim berkata, “Aku saring kitab shahih ini yang disaring dari 300.000 hadits”.

Sedangkan imam Abu Daud mengatakan, “Aku mendengar dan menulis hadits Rasulullah saw sebanyak 500.000 hadits”.

Itulah hasil yang telah diperoleh para pendahulu kita karena tamak dalam menuntut ilmu. Dan sebagaimana kita lihat, prestasi itu hanya dalam beberapa bidang ilmu saja. Banyak para pendahulu kita yang mencapai sukses di bidang yang lain. Namun demi menjaga ketebalan buku ini, terpaksa tidak bisa saya sebutkan kisah-kisah mereka walaupun hanya sebagian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bekal Mencari Ilmu Menurut Imam Syafi'i - Plus 10 Prinsip

Bekal Mencari Ilmu Menurut Imam Syafi'i Bekal mencari ilmu : Komponen keempat kesuksesan dalam menuntut ilmu adalah bekal. Bekal merupa...